Nih Biografi Muhammad Bin Ibrahim Al-Fazari - Pentransmisi Angka Hindu
Muhammad bin Ibrahim al-Fazari |
Ayahnya berjulukan Ibrahim Al-Fazari yang juga seorang astronom dan matematikawan. Beberapa sumber menyebut dia sebagai seorang Arab, sumber lain menyatakan bahwa ia yaitu seorang Persia. Al Farazi menetap serta berkarya di Baghdad, Irak, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah.
Muhammad bin Ibrahim al-Fazari bersama ayahnya, Ibrahim al fazari, merupakan spesialis matematika dan astronom di istana kekhalifahan Abbasiya, di era khalifah harun al Rasyid. Ia menyusun banyak sekali jenis penulisan astronomi.
Bersamaan dengan Ya’qub ibn Thariq dan ayahnya, ia membantu menterjemahkan teks astronomi India oleh Brahma gupta (abad 7 M), Brahma Sphuta Siddhanta, ke dalam bahasa Arab sebagai Az jiz ala Sini al Arab atau kitab Sindhind. Terjemahan ini dimungkinkan sebagai saran penting dalam tranmisi angka hindu dari India ke dalam Islam.
Dinasti Abbasiyah yang berkuasa ketika itu memperlihatkan peluang dan derma yang sangat besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan apalagi dalam bidang astronomi. Khalifah al-Mansyur yaitu penguasa Abbasiyah pertama yang memberi perhatian serius dalam pengkajian astronomi dan astrologi.
Khalifah Harun al rasyid mengumpulkan dan mendorong cendekiawan muslim untuk menerjemahkan bermacam-macam literatur yang berasal dari Yunani, Romawi Kuno, India, sampai Persia. Al Farazi yaitu salah satu astronom paling awal di dunia Islam. Beliau memegang kiprah penting dalam kemajuan ilmu astronomi di masa Abbasiyah.
Al-Fazari menerjemahkan beberapa literatur abnormal ke dalam bahasa Arab dan Persia. Bersama dengan beberapa cendekiawan lain, menyerupai Naubakht, dan Umar ibnu al-Farrukhan al-Tabari, dia meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Pekerjaan al-Fazari
Khalifah Harun al rasyid menunjuk spesialis astronomi yang berjulukan Naubahkh untuk memimpin upaya penerjemahan. Khalifah menulis surat pada kaisar Bizantium semoga mengirimkan buku-buku ilmiah untuk diterjemahkan, termasuk buku-buku perihal ilmu astronomi.
Mungkin sekitar tahun 790, Al-Fazari menterjemahkan banyak buku sience ke dalam bahasa Arab dan Iran. Ia ditasbihkan sebagai pencipta astrolabe pertama dalam dunia Islam. Bersamaan dengan Yaʿqub ub ibn Tariqia membantu menerjemahkan teks astronomi India oleh Brahmagupta, Sindhind., dalam bahasa Arab, Az-Zij ‛ala Sini al-‛Arab(Tables of the disks of the astrolabe).
Transmisi Angka Hindu |
Al-Fazari menunaikan kiprah dengan baik, berdasarkan Ehsan Masood dalam bukunya “Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern”, ketika itu telah menguasai astronomi sehingga di bawah aba-aba khalifah eksklusif dia bisa menerjemahkan dan menyadur teks astronomi India kuno yang sangat teknis tersebut. Kemudian dia memberi judul Zij al Sinin al Arab (Tabel Astronomi Berdasarkan Penanggalan Bangsa Arab) pada karya terjemahannya tersebut.
Menurut Ehsan Masood, penerjemahan Sindhind sangat berharga. Bukan hanya alasannya yaitu wawasan astronominya tapi juga sistem penomoran India, Kalpa Aharganas dengan perhitungan tahun Hijriah Arab. Selain itu, karya al Farazi mencantumkan daftar negara-negara di dunia dan dimensinya berdasarkan perhitungan tabel. Hasil kerja Al Farazi melalui penerjemahan mengenalkan sistem penomoran tersebut ke dunia Arab.
Astrolab
Contoh Asrolab |
Astrolab merupakan model alam semesta yang bisa digenggam sekaligus jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang. Chaucer dalam “Treatise in the Astrolabe” menyatakan bahwa Astrolab kemudian menjadi alat navigasi utama, hanya dalam beberapa bulan sehabis ditemukan Astrolab oleh Al Farazi, kemajuan astronomi melejit cepat.
Astrolab memainkan peranan penting dalam pencapaian bidang astronomi oleh umat Muslim sampai masa-masa berikutnya. Seorang astronom berjulukan al Sufi berhasil memanfaatkannya dengan baik. Al Sufi bisa memetakan sekitar seribu kegunaan Astrolab dalam banyak sekali bidang yang berbeda menyerupai astronomi, astrologi, dipakai termasuk meramalkan posisi matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang, navigasi. Dalam dunia Islam, Astrolabe dipakai untuk menemukan waktu matahari terbit dan naik dari bintang-bintang, untuk membantu aktivitas (shalat).
Pada periode ke-13, karya ini ditemukan kembali oleh penjelajah dan hebat geografi Muslim berjulukan Yaqut al-Hamawi dan al-Safadi. Gairah dan kemauan para sarjana Muslim mencar ilmu dari tradisi ilmu lain serta derma penuh dari pemerintahan menjadi kunci keberhasilan dalam memajukan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Sumber:
Related Posts