Nih Kh Fuad Affandi - Penemu Mikroorganisme Fermentasi Alami, Insektisida, Dan Pestisida Alami

 KH Fuad Affandi merupakan Pimpinan Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial Nih KH Fuad Affandi - Penemu Mikroorganisme Fermentasi Alami, Insektisida, dan Pestisida alami
KH Fuad Affandi merupakan Pimpinan Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Bandung. Meski sebagai guru mangaji ilmu agama yang bergelut spenuhnya dalam dunia sayur mayur hasil pertanian santri dan warga sekitar, Beliau dikenal telah menemukan MFA (Mikroorganisme Fermentasi Alami) dan tiga jenis pembasmi hama tumbuhan yang diberi nama Innabat (Insektisida Nabati), Ciknabat (Cikur Nabati), dan Sirnabat (Siki Sirsak Nabati).

KH Fuad Affandi lahir di Bandung pada 20 Juni 1948. Beliau mempunyai lima anak. Sang Kyai ini nyentrik dan unik. Janggut tergerai panjang, bicara ceplas ceplos namun mempunyai kepedulian luar biasa pada santri dhuafa dan warga sekitar ponpes. Banyak orang mengenalnya dengan Kyai agrobisnis dengan tarekat sayuriah.


Perjalanan hidup

Dahulu ketika kakeknya, KH Mansur memimpin pesantren yang berdiri tahun 1934 ini, banyak larangan yang wajib dipatuhi masyarakat sekitar. Misalnya; Berhubungan dengan pejabat pemerintah, masuk sekolah formal, menciptakan rumah memakai tembok, penggunaan radio, serta larangan pembangunan kamar mandi di dalam rumah.

Konon, sang kakek merupakan orang buangan Belanda. Maka segala hal yang bekerjasama dengan Belanda ia haramkan. Kebiasaan ini pun menurun kepada ayahnya, KH Rifai’ ketika memimpin pesantren.

Tahun 1970, tampuk kepemimpinan beralih ke tangan KH Fuad Affandi. Kebiasaan pun perlahan berubah. Kini di al Ittifaq telah berdiri sekolah formal, mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Beberapa bangunan pondok tampak bertingkat. Setiap kamar dan ruangan/lokal sudah dilengkapi kawasan mandi dan televisi.

Perubahan yang digagas KH Fuad bukan tanpa rintangan. Ratusan orang silih berganti mengancam akan membunuh KH. Fuad Affandi yang telah berani mengubah tradisi leluhurnya itu. Belum lagi KH. Fuad Affandi disebut wong edan, orang aneh, sinting, dan banyak lagi.

Begitu juga ketika KH Fuad meminta masyarakat memasang listrik. Lantaran persyaratannya harus ada 20-25 rumah yang juga turut serta dipasangi listrik, untuk mewujudkan itu, Fuad nekad meminjam rumah orang lain meski awalnya ditolak sang pemilik.


Penemuan Mikroorganisme Fermentasi Alami (MFA)

Temuan MFA berawal ketika sisa-sisa pakan ternak dijadikan pupuk. Namun, hambatan ketika itu, memakan waktu sekitar 3 bulan sampai pupuknya busuk. Jika waktunya kurang, tumbuhan bukannya subur, malah mati.

Kemudian KH Fuad Affandi teringat akan koleganya, Prof Entang, di Belanda, sewaktu ia mendapatkan anjuran pemerintah untuk berguru bercocok tanam pada 1987 di Universitas Wageningen, Belanda, Fuad memberikan keluhan perihal lamanya pembusukan pupuk itu.

Prof. Entang memberikan melalui telepon bahwa bila kita makan pagi busuk sore, kalau kita makan sore busuk pagi. Proses tersebut tidak menunggu usang apalagi di dalam perut.

Kebiasaan bakteri, kalau tidak ada makanan yang masuk dalam waktu cukup lama, mereka akan naik untuk memakan sisa makanan yang ada di dalam rongga mulut. Maka ketika naik itulah, tepatnya ketika insan bangkit dari tidur malam, kuman beranjak ke mulut. Kemudian dengan cara berkumur-kumur kuman ini sanggup diambil.

Menjelang subuh, setelah bangkit tidur malam sang Kiyai menyuruh para santri untuk menampung air bekas kumur-kumur ke dalam kaleng yang telah disediakan di depan pondok.

Untuk menjaga semoga kuman itu tetap hidup, Fuad memasukkan molase atau gula putih, dedak, dan pepaya ke dalamnya sebagai makanan bakteri.

Setelah beberapa hari, air liur santri bermetamorfosis cairan kental berwarna keruh. Untuk menyidik apakah kuman itu masih hidup atau mati dengan cara mencium baunya. kalau tercium aroma coklat, berarti kuman masih hidup. Namun, jikalau tercium anyir bangkai, berarti kuman itu sudah mati.

Setelah itu cairan berisi kuman yang masih hidup disiramkan ke materi pupuk yang terdiri dari limbah sayuran dan kotoran ternak. Dari penemuannya ini, proses pembusukan berlangsung hanya dalam waktu 15 hari. Jauh lebih cepat dibandingkan proses sebelumnya, yang memakan waktu sampai 3 bulan.


Penemuan lain

Selain MFA, ada beberapa temuan lainnya di ranah pertanian, antara lain:
  • Ciknabat, formula pestisida nabati yang berbahan dasar cikur atau kencur, dan bawang putih.
  • Inabat, insektisida nabati yang terbuat dari kacang, cabai, bawang, temu lawak, dan air.
  • Sinabat, sirsak nabati yang berasal dari biji sirsak dan daun arpuse. Fungsinya mengusir hama jenis serangga tanpa meninggalkan residu. Sekaligus sanggup menekan tingginya residu, efek pestisida buatan pabrik yang merusak struktur serta sifat biologis tanah.
  • Betapur, merupakan adonan betadin dan kapur. Campuran ini menangkal sekaligus menyembuhkan sayuran dari serangan hama penyakit Phytophthora infestans yang sering menjangkiti tumbuhan kentang, serta penyakit Alternaria pori yang menyerang tumbuhan bawang daun. Bahkan, hama nematoda golden yang sering menyerang tanaman, dan sampai sekarang belum ada obat pembasminya, sanggup diantisipasi dengan pestisida itu.

Penutup

Dari hasil pertanian yang dikelola santri, kesannya ponpes mengelola beberapa kelompok tani yang juga dibantu aneka macam instansi baik swasta ataupun pemerintah. Mang Haji yaitu orang yang fleksibel dan mau belajar. Berbagai instansi pemerintah dan swasta yang kira-kira sanggup membantu perkembangan agrobisnisnya dihubungi. Maka dari itu, aneka macam santunan baik jadwal pelatihan, santunan barang, mesin, pupuk, dan sebagainya diperoleh oleh ponpes ini.

Mang Haji menggandeng warga sekitar dengan memperlihatkan kemudahan yang sama. Termasuk di dalamnya proses pemasaran. Ponpes kemudian mendirikan koperasi. Pemasaran hasil pertanian santri dan warga sekitar yang dikelola kelompok tani ini disalurkan oleh koperasi ke supermarket-supermarket dan pasar tradisional, sisanya dikonsumsi oleh santri dan warga sendiri. Mang Haji kemudian menjadi pendekar yang sanggup menggerakkan santri untuk berguru ilmu agama, namun juga meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. Jadi, sosok pendekar ini telah menampilkan kesederhanaan, rasa syukur, bekerja giat, sosial entrepreuneur dan mengajarkan menjaga harga diri untuk selalu menjadi insan yang bermanfaat.

Prospek agrobisnis dengan mengedepankan pestisida serta pupuk ramah lingkungan yang dikembangkan Ponpes Al-Iftifaq ini, sudah dikenal masyarakat luas bahkan jadi pilot project skala nasional di forum pertanian lain.


Penghargaan
  • Di masa Soeharto, ia mendapatkan Tut Wuri Handayani Award. 
  • Pada kala presiden Habibie, Fuad dianugerahi Setya Lencana Wirakarya. 
  • Kala Presiden Megawati berkuasa, mendapatkan Kalpataru.
  • Good Agriculture Practices (GAP) dari Menteri Pertanian 2004-2009, Ir Anton Apriyantono.

Sumber: