Nih Samaun Samadikun - Petani Silikon

 Samaun Samadikun yakni seorang insinyur Nih Samaun Samadikun - Petani Silikon
Prof. Dr. Samaun Samadikun

Prof. Dr. Samaun Samadikun yakni seorang insinyur, pendidik dan ilmuwan Indonesia. Prof. Samaun Samadikun yakni suami dari Roesdiningsih dan ayah dari M. Samawi dan Wisnu RP.


Samaun yang lahir di Magetan, Jatim, 15 April 1931 dikenal sebagai seorang figur dosen ITB dan pendidik yang sangat menonjol sebagai teladan. Penampilan lahiriahnya sangat sederhana dan bersahaja tanpa mengurangi wibawa dan kehormatannya. Banyak orang menyebutnya Bapak Mikroelektronika Indonesia.


Pendidikan

Prof. Samaun Samadikun menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro di ITB pada awal tahun 1950an dan lulus sebagai insinyur. Ia kemudian memperoleh gelar M.Sc. (1957) dan Ph.D. (1971) di bidang teknik elektro dari Universitas Stanford di Amerika Serikat. Ia juga memperoleh Postgraduate Diploma bidang Nuclear Engineering dari Queen Mary, Universitas London (1960). Di Universitas Stanford pada tahun 1975, bersama K.D Wise, Prof. Samaun membuat paten, US Patent No 3,888,708 yang bertajuk, "Method for forming regions of predetermined in silicon".


Karier

Kariernya sebagai dosen diawali di Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung, 1957. Ia menjadi profesor bidang elektro tahun 1974. Semasa bertugas di ITB ia pernah menjabat sebagai ketua Jurusan Teknik Elektro (1964-1967), dan mendirikan sekaligus menjabat sebagai administrator pertama dari Pusat Antar Universitas (PAU) Mikroelektronika ITB (1984-1989), yang kini dikenal sebagai Pusat Mikroelektronika ITB.

Semasa ia menjadi mahasiswa ITB, terjadi konfrontasi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda terkait dengan Irian Barat (sekarang Papua). Hal ini mengakibatkan hengkangnya dosen-dosen ITB yang berasal dari Eropa, sehingga pendidikan di ITB terganggu jawaban kekosongan staf. Samaun Samadikun termasuk gelombang pertama mahasiswa senior bangsa Indonesia yang direkrut sebagai dosen ITB. Mereka dikirim ke luar negeri untuk memperoleh gelar pascasarjana, dan kembali ke ITB untuk mengajar. Oleh alasannya itu ia sering juga disebut salah satu pendiri Jurusan Teknik Elektro ITB dalam bentuk yang dikenal sekarang.


Di forum lain

Prof. Samaun Samadikun mengambil sabbatical leave ("cuti dari mengajar") dari ITB untuk mendapatkan jabatan pada pemerintah sentra sebagai Direktur Binsarak DIKTI (1973-1978), Dirjen Energi, Departemen Pertambangan dan Energi (1978-1983), dan ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (1989-1995). Selepas masa jabatan di LIPI, Prof. Samaun Samadikun memutuskan untuk kembali ke ITB untuk mengajar di Departemen Teknik Elektro dan meneliti di PAU Mikroelektronika. Dalam periode ini ia tetap aktif sebagai Wakil Ketua Dewan Riset Nasional (1993-1996) dan Komisaris Utama PT Lembaga Elektronika Nasional (LEN) (1993-1999). Meskipun kemudian resmi pensiun dari pegawai negeri sipil di Departemen Teknik Elektro, Prof. Samaun Samadikun tetap diminta untuk aktif dan berkegiatan baik di Departemen maupun di PAU Mikroelektronika (yang ketika itu berganti nama menjadi PPAU Mikroelektronika). Bahkan semenjak tahun 2001 sampai tamat hayatnya PPAU Mikroelektronika ITB menetapkannya sebagai peneliti senior.

Selain menjabat sebagai pimpinan, ia juga anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII). PII memberikannya penghargaan Adhikara Rekayasa tahun 1984. Ia juga memperoleh penghargaan medali Pengabdi Ilmiah Nasional (1978), dan Medali Mahaputra Utama (1994) dari pemerintah Indonesia. Samaun Samadikun juga memperoleh "The 1998 Award of the Association of South Eastern Asian Nations (ASEAN)" untuk menghargai dedikasinya pada dunia ilmu pengetahuan. Penghargaan tinggi lainnya yang diterimanya yakni Satya Lencana Karya Satya Kelas I, Hadiah Ilmu Pengetahuan 1979, Satya Lencana Dwidyasistha 1983 dari Menhankam/Pangab, dan "Meritorious Service Award", ASEAN COST, 1999.


Jasa-jasa

Prof. Samaun Samadikun yakni salah satu pendiri dari Akademi Ilmu Pengetahuan Islam (1986) dan salah satu pendiri Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pada tahun 1987-1992 ia menjadi Anggota MPR RI sebagai Utusan Golongan.

Ia yakni penulis dan turut menulis banyak publikasi ilmiah nasional maupun internasional dalam bidang tunnel diodes, instrumentasi nuklir, fabrikasi IC, energi, industri elektronika, dan pendidikan serta editor buku "mikroelektronika".

Jasa-jasanya di bidang elektro diakui dunia ilmu pengetahuan, termasuk cita-citanya menjadikan kota Bandung sebagai "Kota Chip" di Indonesia. Ia memprakarsai kegiatan Bandung High Technology Valley (BHTV). Ia selalu mendorong adanya investasi global untuk industri elektro semoga terbuka lapangan kerja di bidang ini. Ia juga menginginkan industri elektro Indonesia untuk lebih berorientasi ekspor, semoga industri ini sanggup menghasilkan devisa. Baginya, kemajuan industri elektro Indonesia harus diukur dari jumlah nilai ekspor dan jumlah lapangan kerja.


Kematian

Pada tahun 2004, Prof. Samaun Samadikun mulai menderita sakit namun berhasil menjalani operasi di Perth Australia Oktober 2004. Sekembalinya dari Perth, ia kembali aktif menyerupai sediakala. Namun penyakit yang sama kembali menyerangnya pada bulan September 2006. Setelah dirawat beberapa lama, ia wafat tanggal 15 November 2006 pukul 9.51 di Rumah Sakit MMC Kuningan Jakarta dan dimakamkan sehari berikutnya di Taman Makam Pahlawan Kalibata sesudah disemayamkan pagi harinya di LIPI Jakarta. Wafatnya Prof Samaun Samadikun menjadi insiden dan isu nasional.

Pada hari Selasa, 11 Desember 2008, LIPI mengadakan kegiatan peluncuran buku sebagai salah satu perjuangan untuk mengenang Samaun Samadikun. Buku setebal 253 halaman ini diterbitkan oleh LIPI Press. Berisi kumpulan tulisan-tulisan dari orang-orang yang pernah bersahabat dengan Samaun Samadikun semasa hidupnya.


Puisi Petani Silikon

Prof Samaun Samadikun menerima kredit sebagai salah satu pencipta puisi Petani Silikon.

Petani Silikon

Kami yakni petani silikon. Lahan kami yakni silikon. Garapan kami yakni silikon. Hasil kami yakni silikon.

Kami pupuk silikon dengan boron. Kami pupuk silikon dengan fosfor. Kami cangkul silikon dengan plasma. Kami siram silikon dengan metal.

Berjuta transistor tumbuh dengan subur. Beribu gerbang terkait dan terukur. Sinyal diubah menjadi informasi. Informasi dituai untuk sarapan rohani.

Dan semua perjuangan untuk kemakmuran bangsa. Dan semua kelelahan untuk keagungan manusia. Dan semua hasil yakni hasil karunia-Nya. Dan petani silikon terus berusaha

Sumber: Wikipedia