Nih Tjokorda Raka Sukawati - Penemu Tiang Dan Landasan Putar Bebas Hambatan

Biografi

Ir. Tjokorda Raka Sukawati ialah seorang insinyur Indonesia yang menemukan konstruksi Sosrobahu, yang memudahkan pembangunan jalan layang tanpa mengganggu arus kemudian lintas pada ketika pembangunannya.

Tjokorda lahir di Ubud, Bali, 3 Mei 1931, ia meraih gelar Insinyur bidang Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung 1962, dan memperoleh gelar Doktor dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1996.

Ia meniti karier di PT. Hutama Karya yang bergerak dibidang jasa konstruksi dan infrasruktur, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Departemen Pekerjaan Umum (PU). Ketika menggarap proyek jalan layang antara Cawang dengan Tanjung Priok di Jakarta itulah teknologi Sosrobahu ditemukan.

Sebenarnya temuannya belum diuji secara khusus di laboratorium ketika dipraktekkan. Namun ia merasa yakin temuannya bisa bekerja sesuai rumusan ilmiah yang ada. Bahkan sebelum temuannya dipraktekkan, ia yang menganut agama Hindu yang taat itu menyempatkan diri bersembahyang di atas konstruksi itu. Ia terbilang nekad ketika itu, dengan menyampaikan bahwa ia bersedia mundur dari administrator PT. Hutama Karya kepada menteri Pekerjaan Umum ketika itu, jika temuannya itu ternyata tidak bisa bekerja. Namun ternyata temuan Sosrobahu itu sanggup bekerja sebagaimana mestinya tanpa kurang suatu apa pun.

Dia menyampaikan bahwa temuan itu 80% atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Bahkan angka tekanan 78 kg/cm² yang ditetapkan dalam teknologi temuannya itu, bahwasanya angka misterius bagi ia, entah dari mana ketika itu ia memutuskan angka wangsit itu, tetapi berhasil bahkan para insinyur Amerika Serikat yang mengerjakan jalan layang di Seattle begitu taat dengan ketetapan 78 kg/cm² itu. Belakangan, sesudah diketahui di laboratorium yang kemudian dibangunnya sendiri itu, didapatkan hasil perhitungan berupa ketetapan sebesar 78,05 kg/cm². Persis sama dengan ketetapan angka wangsit tadi.

Di ujung kariernya di PT. Hutama Karya, Tjokorda terseret kasus Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang menimpa perusahaan konstruksi itu. Tjokorda harus berurusan dengan kasus commercial paper, hal yang abnormal bagi seorang insinyur menyerupai dirinya. Ia sempat berurusan dengan pengadilan. Kasus ini terkuat menyusul krisis finansial Asia yang menciptakan banyak perusahaan konstruksi terkena masalah.

Tjokorda Raka Sukawati, yang juga pendiri Fakultas Teknik Universitas Udayana, telah pensiun dari PT. Hutama Karya, namun masih tetap berkarya bahkan menghasilkan teknologi sosrobahu versi kedua yang lebih unggul soal kepraktisan dibandingkan versi sebelumnya. terakhir ia tinggal di kampung halamannya di Ubud, Bali dengan mengajar di jenjang Pascasarjana Bidang Teknik Sipil Universitas Udayana.

Ir. Tjokorda Raka Sukawati meninggal di Ubud, Bali, pada 11 November 2014 pada umur 83 tahun.


Sosrobahu

 Tjokorda Raka Sukawati ialah seorang insinyur Indonesia yang menemukan konstruksi Sosrob Nih Tjokorda Raka Sukawati - Penemu Tiang dan Landasan Putar Bebas hambatan
Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar pundak lengan beton jalan layang dan ditemukan oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90° sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus kemudian lintas di jalanan di bawahnya.

Teknik ini dianggap sangat membantu dalam menciptakan jalan layang di kota-kota besar yang terperinci mempunyai hambatan yakni terbatasnya ruang kota yang diberikan, terutama ketika pengerjaan konstruksi serta acara pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu acara masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang mustahil tidak boleh hanya lantaran alasan pembangunan jalan.


Latar belakang

Pada tahun 1980-an, Jakarta yang memang sudah mengalami hambatan kemacetan kemudian lintas, banyak membangun jalan layang sebagai salah satu solusi meningkatkan infrastruktur lalu-lintas. Sebagai kontraktor ketika itu, PT. Hutama Karya mendapat order membangun jalan raya di atas jalan by pass A. Yani di mana pembangunannya harus memastikan bahwa jalan itu harus tetap berfungsi.

Dengan permasalahan tersebut, para direksi Hutama Karya berdiskusi sesudah mendapat order membangun jalan layang antara Cawang hingga Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit diurai, yang diharapkan untuk menyangga tubuh jalan itu ialah formasi tiang beton, satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang merepotkon ialah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara konvensional, yang dilakukan ialah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain ialah dengan bekesting gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal.

Di tengah kasus itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, sesudah itu diputar membentuk bahu. Hanya saja kendalanya ialah bagaimana cara memutarnya lantaran lengan itu nantinya seberat 480 ton.


Inspirasi dari dongkrak hidraulik mobil

Ketika Tjokorda memperbaiki kendaraannya, hidung kendaraan beroda empat Mercedes buatan 1974-nya diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin lantaran ceceran tumpahan oli secara tidak sengaja. Begitu kendaraan beroda empat itu tersentuh, tubuh kendaraan beroda empat berputar dengan sumbu batang dongkrak. Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apa pun akan gampang digeser. Kejadian tadi memperlihatkan ide bahwa pompa hidraulik bisa digunakan untuk mengangkat benda berat dan jika bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut gampang digeser. Bayangan Tjokorda ialah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu.

Kemudian Tjokorda menciptakan percobaan dengan menciptakan silinder bergaris tengah 20 cm yang dibentuk sebagai dongkrak hidraulik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan sanggup berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.

Untuk menciptakan rancangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: "Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah". Zat cair yang digunakan ialah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, maka akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memperlihatkan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini asli idenya lantaran hingga ketika itu belum ada buku yang membahasnya lantaran memang tidak ada kebutuhannya.

Masalah lain yang muncul ada variabelnya yang mempengaruhinya, di antaranya ialah jenis minyak yang digunakan yang tidak boleh rusak kekentalannya (viskositas). Urusan minyak menjadi hal yang krusial lantaran minyak inilah yang meneruskan tekanan untuk mengangkat beton yang berat itu.

Setelah semua selesai, Tjokorda mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah 80 cm yang saling menangkup. Meski tebalnya 5 cm, piring dari besi cor FCD-50 itu bisa menahan beban 625 ton.

Ke dalam ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompoa hidraulik. Sistem hidraulik itu bisa mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2. Angka ini bahwasanya angka misteri bagi Tjokorda ketika itu.


Uji coba eksklusif di lapangan

Secara teknik inovasi itu belum diuji coba lantaran waktu yang terbatas, namun ia yakin temuannya itu bisa bekerja. Tjokorda bahkan berani bertanggungjawab jika lengan beton jalan layang itu tidak bisa berputar.

Pada tanggal 27 Juli 1988 pukul 10 malam waktu setempat (Jakarta), pompa hidraulik dioperasikan hingga titik tekan 78 kg/cm2. Lengan pier head itu, meskipun bekesting-nya telah dilepas, mengambang di atas atap pier shaft kemudian dengan dorongan ringan sedikit saja, lengan beton raksasa itu berputar 90 derajat.

Ketika pier shaft itu sudah dalam posisi sempurna, secara perlahan minyak dipompa keluar dan lengan beton itu merapat ke tiangnya. Sistem LPBH itu dimatikan sehingga perlu alat berat untuk menggesernya. Namun lantaran khawatir kontruksi itu bergeser, Tjokorda memancang delapan batang besi berdiameter 3,6 cm untuk memaku pier head ke pier shaft lewat lubang yang telah disiapkan. Kemudian satu demi satu alat LBPH itu diterapkan pada kontruksi beton lengan jembatan layang yang lain.


Penamaan Sosrobahu dan dukungan paten

Pada pemasangan ke-85, awal November 1989, Presiden Soeharto ikut menyaksikannya dan memberi nama teknologi itu Sosrobahu yang diambil dari nama tokoh dongeng sisipan Mahabharata. Sejak itu LBPH tersebut dikenal sebagai Teknologi Sosrobahu.

Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78 kg/cm2 yang berdasarkan Tjokorda ialah misteri ketika menemukan alat LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri dan melaksanakan penelitian dan akhirnya berupa perhitungan susulan dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.

Hak paten yang diterima ialah dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina. Dari Indonesia, Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun 1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan ialah buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan. Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya.

Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama menggunakan menakutkan (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1 abad).

Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi Bandung, Sosrobahu intinya hanya metode sangat sederhana untuk pelaksanaannya (memutar pundak lengan beton jalan layang). Sistem ini cocok digunakan pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota) yang biasanya mengalami hambatan kemudian lintas dibawahnya yang padat. Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang, sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis. (Wikipedia)