Nih Dr. Mumu Sutisna - Penemu Hormon Penyubur Anakan Padi
DR. Mumu Sutisna |
Mumu Sutisna mempunyai isteri yang berjulukan Usye Roslina, dari pernikahannya ia mempunyai empat orang anak.
Penemuan Bioregulator atau Bioreg
Berbagai eksperimen dilakukan. Akhirnya, ia menemukan hormon yang bisa menciptakan rumpun padi beranak-pinak lebih banyak. Mumu menamai hormon temuannya dengan nama Bioregulator atau Bioreg. Dengan menyemprotkan hormon itu ke tumbuhan padi muda maka jumlah anakan menjadi lebih banyak.
Rumpun padi normal umumnya berisi sekitar 35 anakan. Bioreg menciptakan jumlah anakan padi meningkat dua kali lipat, jadi 60-70 batang per rumpun. Sawah makin rimbun, produksi berlipat. Itu bisa dilihat dari eksperimen Mumu di banyak sekali lahan persawahan dengan hasil memuaskan. Di Wado, Sumedang, sawah percobaan Mumu dipupuk dengan takaran normal ditambah semprotan Bioreg mengatakan hasil 8,6 ton gabah per hektare. Hasil produksi tanpa Bioreg hanya 6,1 ton gabah. Berarti, produksi naik 40%.
Bioregulator atau Bioreg |
Teori Mumu,
"Bioreg menjadikan anakan bertambah banyak dan rimbun. Sehingga proses fotosintesis lebih optimal. Hasil padi pun lebih maksimal."
Asal muasal hormon
Hormon pertumbuhan memang bukan barang gres di dunia pertanian. Berbagai hormon yang diekstrak dari pucuk tetumbuhan dan kemudian dibikin sintesisnya digunakan pada bermacam usahatani. Tapi sejauh ini belum ada yang menawarkannya untuk budidaya padi secara kondusif dan ekonomis, sebagaimana yang diajukan Mumu.
Mumu memanen hormon itu dari ganggang laut. Hormon dicampur dengan senyawa poliamina dan magnesium sulfur, kemudian diencerkan. Untuk menyemprot satu hektare sawah, cuma diharapkan 2,5 liter Bioreg. Satu isu terkini tanam perlu empat kali penyemprotan.
Penelitian
Selama penelitian, seluruh biayai eksperimen bersumber dari dana langsung Mumui. Mumu pernah mengajukan tawaran penelitian ke ITB tapi ditolak. ia mengaku pernah tiga kali mengajukan namun tak ada hasilnya. Alasan yang diterimanya, urusan pertanian bukan bidang di ITB, alasannya yakni ada Institut Pertanian Bogor yang lebih berkompeten.
Karena tak menerima sumbangan kampus, Mumu balasannya melaksanakan penelitian sendiri dengan dibantu beberapa mahasiswanya pada tahun 1992. Empat tahun kemudian, ia menemukan Bioreg. Hasilnya, sejauh percobaan Mumu cukup fantastis. Padahal temuan Mumu ini gotong royong bertolak belakang dengan pedoman di alam pertanian selama ini.
Teori yang melatari inovasi galur unggul untuk meningkatkan produksi padi berlawanan dengan Bioreg. Galur unggul dibentuk dengan prinsip anakan harus sedikit dengan malai panjang. Malai yakni daun menjulur atau dahan yang menjadi daerah padi berbunga dan kemudian menjadi gabah. Dengan memanjangkan malai, daerah munculnya padi jadi lebih banyak.
Metode galur unggul memang berhasil. Namun kenaikan produksinya tak serevolusioner Bioreg. Paling banter hanya mendongkrak produksi 10%. Bandingkan dengan Bioreg yang bisa mendongkrak dari 40% sampai 200%. Itu pun belum termasuk hambatan yang terjadi di metode galur unggul dengan malai panjangnya yang sering gampang rebah.
Menurut Mumu, galur-galur padi unggul di Indonesia umumnya hasil belanja dari luar negri. Galur terbaru menyerupai Maros, menurutnya kurang cocok di iklim tropis. “Empat tahun saya di Prancis, jadi tahu betul bahwa galur unggulan kita itu cocoknya di negara subtropis”, katanya. Karena dipaksakan ditanam di iklim tropis, padi yang tumbuh dari malai hanya dua pertiganya. “Sehingga waktu panen, padi hampanya tinggi”, katanya. Lain jikalau ditanam di iklim subtropis pada ketika isu terkini panas. Dengan matahari bersinar sampai pukul 10 malam, tapi tak terik, padi bisa berfotosintesis lebih lama. Inilah yang menjadikan padi tumbuh di sepanjang malai.
Sumber: Majalah Gatra Ed. Khusus, Agustus 2004.