Nih Irène Joliot-Curie - Penemu Radioaktivitas Buatan

Curie dianugerahi Hadiah Nobel untuk kimia pada tahun  Nih Irène Joliot-Curie - Penemu Radioaktivitas Buatan
Irène Joliot-Curie
Lahir: 12 September 1897 Paris, Prancis

Meninggal: 17 Maret 1956 (umur 58) Paris, Prancis

Tempat Tinggal: Paris, Prancis

Kewarganegaraan: Prancis

Kebangsaan: Perancis, keturunan Perancis dan Polandia

Bidang: Kimia

Alma mater: Sorbonne

Penasihat Doktor: Paul Langevin

Mahasiswa doktoral: anak-anaknya (lihat di bawah)

Penghargaan: Hadiah Nobel untuk Kimia (1935)

Pasangan Hidup: Frédéric Joliot-Curie (1900-1958)

Anak Anak: Hélène Langevin-Joliot (b. 1927) dan Pierre Joliot (b. 1932)
Irène Joliot-Curie adalah seorang ilmuwan Perancis, putri dari Marie Curie dan Pierre Curie dan istri Frédéric Joliot-Curie. Bersama dengan suaminya, Joliot-Curie dianugerahi Hadiah Nobel untuk kimia pada tahun 1935 untuk inovasi mereka radioaktivitas buatan. Kedua belum dewasa dari Joliot-Curie, Hélène dan Pierre juga merupakan ilmuwan terhormat.

Penelitian Irene berkisar di seputar partikel-partikel alpha yang dipancarkan oleh unsur polonium yang radioaktif. Polonium, elemen yang ditemukan oleh Marie Curie di tahun 1898, ialah unsur radioaktif yang sangat sering dipakai para peneliti ketika itu untuk mempelajari inti atom. Kegunaannya sebagai materi penelitian disebabkan oleh lantaran polonium hanya memancarkan satu jenis radiasi: partikel-partikel alpha (inti atom Helium). Biasanya mereka meletakkan polonium akrab materi atau unsur lain yang tidak radioaktif dan mempelajari banyak sekali partikel yang terkeluarkan dari materi tersebut.


Kehidupan

Curie lahir di Paris, Perancis pada 12 September 1897. Ia memulai pendidikannya ketika berusia 10 tahun di pendidikan tradisional, dan sehabis satu tahun orang tuanya menyadari talenta matematika yang terperinci dan tetapkan bahwa kemampuan akademik Irène yang membutuhkan lingkungan yang lebih menantang. Marie bergabung dengan sejumlah guru terkemuka Perancis, termasuk fisikawan Perancis Paul Langevin untuk membentuk " The Koperasi ", pertemuan pribadi dari beberapa akademisi paling populer di Perancis. Kurikulum Koperasi bervariasi dan meliputi tidak hanya prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah, tetapi mata pelajaran yang bermacam-macam menyerupai Cina dan patung dan dengan pemfokusan besar ditempatkan pada lisan diri dan bermain.

Pengaturan ini berlangsung selama dua tahun sehabis Curie kembali masuk lingkungan berguru yang lebih ortodoks di College Sévigné di sentra kota Paris 1912-1914 dan kemudian ke Fakultas Ilmu di Sorbonne , untuk menuntaskan nya Baccalaureate . Studinya di Fakultas Ilmu terganggu oleh Perang Dunia I.

Selain minatnya pada sains sudah terlihat dari kecil dan keahliannya memikirkan solusi problem dengan tenang dan mendalam menyerupai ayahnya, didikan ibunya berperan pula. Marie tidak bahagia dengan sistem pelajaran Perancis yang kaku kala itu. Dia tidak oke anak murid harus berada di sekolah lama-lama dan kerjanya menghapal saja tanpa acara fisik dan praktek laboratorium. Akhirnya, dengan beberapa koleganya sesama profesor Marie menciptakan sekolah koperasi sendiri. Masing-masing profesor mengajarkan satu atau dua mata pelajaran. Marie mengajarkan belum dewasa profesor tersebut fisika eksperimen. Sekolah ini hanya bertahan dua setengah tahun, tapi Irene tetap diajarkan matematika oleh ibunya sehabis itu.

Ketika Perang Dunia I meletus, Irene bekerja sebagai radiolog. Dia membantu memasang dan mengajarkan cara menggunakan mesin sinar X kepada para tenaga pembantu medis di rumah sakit-rumah sakit militer. Dia percaya dengan dukungan foto sinar X, andal bedah sanggup dengan cepat menolong serdadu yang terluka di medan perang. Kiprahnya selama perang mengakibatkan ia seorang yang berkepribadian kuat. Dalam hidupnya di kemudian hari, Irene tidak pantang mengalah melawan penyakit TBC yang dideritanya selama 20 tahun, ketika pada ketika yang bersamaan menjadi seorang ibu, periset kimia dan tokoh publik yang berpengaruh. Yang disayangkan hanya satu. Dia mendapatkan takaran radiasi yang sangat besar lantaran sering menggunakan mesin sinar X, mengakibatkan kematiannya yang dini lantaran penyakit leukemia.


Menikah

Setelah perang, Irene kembali akrab dengan ibunya dan bekerja di Radium Institute sambil menamatkan kuliahnya. Tidak berapa usang sehabis Irene meraih S3, seorang perwira berjulukan Frederick Joliot tiba dan melamar kerja di kawasan Irene meneliti. Keduanya bertemu dan berkenalan. Walau Irene dan Fred mempunyai kepribadian yang berlawanan, keduanya sadar mereka mempunyai beberapa kesamaan. Pada tahun 1926, mereka pun menikah.


Penelitian

Di labotarium mereka bekerja menggunakan polonium (memproduksi dan mempersiapkannya untuk menjadi alat penelitian). Pada ketika itu, dunia sains belum mengerti benar struktur inti atom. Belum ada yang mengerti dan menemukan netron. Ketika Irene mengandung anak keduanya, ia mencoba memecahkan problem yang ditemukan oleh fisikawan Jerman Walther Bothe. Bothe telah membombardir elemen berilium (unsur metalik yang ringan) dengan partikel-partikel alpha polonium. Yang keluar dari berilium ialah pancaran radiasi yang sangat kuat sehingga bisa menembus timah hingga setebal 2 cm. Mulanya ia berpikir ia menemukan tipe gres sinar gamma.

(: "Penemu Kromium & Berilium - Louis Nicolas Vauquelin")

Pasangan Juliot-Curie mengulang percobaan yang dilakukan oleh Bothe. Mereka membombardir lilin parafin (yang kaya akan proton) dengan partikel-partikel alpha polonium. Lilin ini mengeluarkan proton-proton dengan kecepatan sepersepuluh kecepatan cahaya. Mereka pun mengambil kesimpulan yang salah bahwa ini sinar gamma.

Ernest Rutherford, ketika membaca artikel Joliot-Curie tidak percaya jikalau itu sinar gamma. "Sinar gamma tidak mempunyai massa dan tidak sanggup menciptakan partikel yang berat bergerak secepat itu," komentarnya. James Chadwick yang bekerja di laboratorium Rutherford mengulang percobaan yang sama. Tapi kali ini Chadwick mengerti apa yang terjadi dan menemukan netron. Rutherford populer sangat gencar mempromosikan belum dewasa didik dan asistennya untuk mendapatkan hadiah Nobel. Untuk penelitian yang dilakukan Chadwick, ia berseru, "Saya ingin Jim yang mendapatkan Nobel. Tidak membuatkan dengan siapapun!" James Chadwick kesannya dianugerahkan Nobel Fisika.

Pasangan Joliot-Curie bahwasanya telah menandakan keberadaan netron, tapi tidak sanggup menjelaskannya. Sayangnya tragedi ini bukan yang terakhir kalinya mereka melewatkan kesempatan untuk mendapatkan hadiah Nobel.

Setelah netron ditemukan, fisikawan Enrico Fermi melihat kegunaannya sebagai alat peneliti inti atom. Netron ialah partikel yang tidak mempunyai muatan. Jika netron dengan kecepatan tinggi sanggup menembus inti atom, ia sanggup mengeluarkan proton. Pasangan Joliot-Curie pun mengikuti jejak Fermi mempelajari inti atom dengan memborbardir inti atom unsur-unsur yang lain dan melihat jejak-jejak partikel yang dikeluarkan menggunakan Wilson cloud chamber. Hasil eksperimen-eksperimen yang mereka lakukan memperlihatkan petunjuk bahwa ada satu lagi partikel subatomik yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Partikel ini bermuatan positif, tapi beratnya sama dengan elektron (positron). Lagi-lagi Fred dan Irene menebak dengan salah partikel ini. Ketika ilmuwan C.D. Anderson dari Amerika melaksanakan percobaan yang sama, ia menebak dengan benar dan mendapatkan hadiah Nobel. Pasangan Joliot-Curie bahwasanya telah membuktikannya adanya antimatter, tapi sayangnya mereka tidak sanggup menjelaskannya.

Beberapa waktu sehabis itu, mereka meletakkan polonium di akrab lempengan tipis aluminium dan mengharapkan nukleus hidrogen yang keluar. Tetapi malah netron dan positron yang keluar. Ketika mereka melaporkan hasil eksperimen ini di Konferensi di Belgia pada bulan Oktober 1933, pernyataan mereka ini ditolak oleh Lise Meitner. Meitner mengaku melaksanakan percobaan yang sama, tapi tidak menemukan netron. Banyak yang hadir lebih percaya Meitner ketimbang Joliot-Curie. Pasangan tersebut sempat kecewa memang. Tapi Niels Bohr dan Wolfgang Pauli yang juga hadir memperlihatkan semangat kembali ke mereka berdua.

Mereka kesannya kembali ke Paris di tahun 1934 untuk mengulang percobaan yang sama. Pada mulanya mereka mengasumsi inti aluminum mengeluarkan netron dan positron pada ketika yang bersamaan. Untuk mengecek hipotesa ini, Fred menarik lempengan aluminum agak jauh dari polonium dan mengecek dengan Geiger Counter. Netron memang berhenti keluar, tapi ia heran ketika partikel-partikel positron masih terdeteksi oleh Geiger Counter yang ia pegang. Dia bergegas memanggil istrinya untuk memperlihatkan apa yang terjadi.

Inti aluminium telah menyerap partikel-partikel alpha dari polonium, mengeluarkan netron-netron dan dalam proses tersebut, dalam waktu yang singkat, berganti jadi fosfor. Fosfor ini fosfor buatan, jadi tidak stabil. Oleh lantaran itu pada dasarnya mengeluarkan positron dan kesannya berubah lagi menjadi elemen silikon yang stabil. Mereka berhasil menemukan radioaktif buatan.

Untuk hasil penelitiannya ini, pasangan Joliot-Curie dinominasikan untuk penghargaan Nobel Fisika di tahun 1934, tapi tidak dapat. Mereka kesannya berhasil meraih Nobel Kimia tahun 1935. Nobel Kimia mereka merupakan Nobel ketiga untuk keluarga Curie. Ketika suami adik Irene, Eve, seorang diplomat berjulukan Henry R. Labouisse, mendapatkan Nobel Perdamaian atas nama UNICEF (organisasi PBB untuk anak-anak) pada tahun 1965, total Nobel untuk keluarga Curie menjadi empat.


Kematian

Selama Perang Dunia II Joliot-Curie terserang tuberkulosis dan dipaksa untuk menghabiskan beberapa tahun masa penyembuhan di Swiss. Kepedulian terhadap kesehatannya sendiri gotong royong dengan penderitaan meninggalkan suami dan belum dewasa di wilayah pendudukan Perancis ialah sulit untuk melahirkan dan ia menciptakan beberapa kunjungan berbahaya kembali ke Perancis, penahanan infinit oleh pasukan Jerman di perbatasan Swiss lebih dari satu kali. Akhirnya, pada tahun 1944 Joliot-Curie dinilai terlalu berbahaya bagi keluarganya untuk tetap di Perancis dan ia mengambil anak-anaknya kembali ke Swiss.

Pada tahun 1956, sehabis masa penyembuhan simpulan di Pegunungan Alpen Prancis, Joliot-Curie dirawat di rumah sakit Curie di Paris, di mana ia meninggal pada tanggal 17 Maret pada usia 58 akhir leukemia.

Referensi: