Nih Bacharuddin Jusuf Habibie - Ilmuwan Pemegang 46 Hak Paten Di Bidang Aeronautika

Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia ke Nih Bacharuddin Jusuf Habibie - Ilmuwan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika
Prof. Dr. H.
Bacharuddin Jusuf Habibie
Presiden Indonesia ke-3
Masa jabatan: 21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999

Wakil Presiden Indonesia ke-7
Masa jabatan: 11 Maret 1998 – 21 Mei 1998

Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia ke-3
Masa jabatan: 29 Maret 1978 – 16 Maret 1998

Informasi pribadi
  • Lahir: 25 Juni 1936 Parepare, Hindia Belanda (Parepare, Sulawesi Selatan)
  • Kebangsaan: Indonesia Indonesia; Jerman (Kehormatan)
  • Partai politik: Golkar
  • Suami/istri: Hasri Ainun Habibie
  • Anak: Ilham Akbar, Thareq Kemal
  • Alma mater: Universitas Indonesia Bandung, Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen
  • Profesi: Insinyur
  • Agama: Islam
Prof. Dr. H. Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wapres dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Saat ini namanya diabadikan sebagai nama salah satu universitas di Gorontalo, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo. Beliau juga merupakan seorang Ilmuwan pemegang 46 hak paten di bidang Aeronautika.


Keluarga dan pendidikan

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai mahir pertanian berasal dari etnis Gorontalo dan mempunyai keturunan Bugis, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini Puspowardojo yaitu anak seorang seorang mahir mata di Yogya, dan ayahnya yang berjulukan Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.

Ia pernah berilmu di SMAK Dago. Ia mencar ilmu teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung (Sekarang Institut Teknologi Bandung) tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, mendapatkan gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.


Pekerjaan dan karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas usul mantan presiden Soeharto.

Ia lalu menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi semenjak tahun 1978 hingga Maret 1998. Sebelum menjabat sebagai Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie yaitu Wapres (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.


Menjadi Wapres dan Presiden RI

Sebelum masyarakat Indonesia menggelar pemilihan umum tahun 1997, Habibie memberikan kepada keluarga dan kerabatnya secara terbatas bahwa ia merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri sehabis Kabinet Pembangunan Enam berakhir. Namun, insan merencanakan Tuhan yang menentukan. Tanggal 11 Maret 1998, MPR menentukan dan mengangkat B.J. Habibie sebagai Wapres Republik Indonesia ketujuh.

Pada ketika bersamaan, krisis ekonomi melanda tempat Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik dan krisis kepercayaan. Kriris menjelma serius dan masyarakat mulai menuntut perubahan dan karenanya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, pada hari yang sama, sebelum itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden oleh Ketua Mahkamah Agung RI.

Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518 hari dan selama masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal 7 Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan terhadap stabilitas, demokratis dan reformasi.


Aktifitas lain

Sebelumnya Habibie sempat terlibat dalam proyek perancangan dan desain pesawat terbang menyerupai Fokker 28, Kendaraan Militer Transall C-130, CN-235, N-250 dan N-2130. Dia juga termasuk perancang dan desainer Helikopter BO-105, Pesawat Tempur, beberapa missil dan proyek satelit.


Sebagai Ilmuwan

Selama 40 tahun industri pesawat terbang mengalami Ketidakpastian perihal kerusakan yang terjadi pada tubuh pesawat, kulit luar pesawat yang terlihat halus mulus tanpa cacat namun sisi dalamnya keropos. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, peristiwa alam pesawat terbang masih sering terjadi alasannya kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi dilema rawan ini.

Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan tubuh pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya mendapatkan tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bab ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack).

Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, alasannya sayap bisa sontak patah ketika pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi ketika itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.

Pada ketika itulah muncul Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie yang mencoba memberikan solusi. Habibie-lah yang lalu menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, hingga pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah Habibie menerima julukan sebagai Mr. Crack. Tentunya teori ini menciptakan pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga menciptakan pemeliharaannya lebih gampang dan murah.

Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan materi konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang dibutuhkan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun sehabis titik crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan menentukan adonan material sayap dan tubuh pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin secara umum dikuasai dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.

Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan materi bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% sehabis Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak menciptakan maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan materi bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.

Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bab per bab kerangka pesawat. Sehingga sambungan tubuh pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval bisa menahan tekanan udara ketika tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan tubuh pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga bisa menahan beban ketika pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.

Sebuah majalah Teknologi terbitan Jakarta pernah menyebut Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai “Manusia Multidimensional”. Sebutan ini ternyata sangat disukai Habibie. Terlebih, julukan itu muncul tidak berselang usang sehabis meraih medali penghargaan “Theodore van Karman”. Ya, anugrah bergengsi di tingkat internasional tempat berkumpulnya pakar-pakar terkemuka konstruksi pesawat terbang. Habibie juga dikenal sebagai “Mr Crack” alasannya keahliannya menghitung crack propagation on random hingga ke atom-atom pesawat terbang. Di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, para mahir dirgantara mengenal apa yang disebut Teori Habibie, Faktor Habibie, Fungsi Habibie.


Sumber:
  • id.wikipedia.org
  • www.Okezone.com