Nih Dani Hilman Natawijaya - Penemu Indikator Alam (Terumbu Karang) Terhadap Siklus Gempa
Gempa bumi di Samudra Hindia 2004 |
Dr. Dani Hilman Natawijaya menemukan teori berdasar penelitiannya yaitu ada hubungan antara pertumbuhan terumbu karang yang hidup di pantai-pantai barat Sumatera dengan siklus kegempaan. Bentuk-bentuk terumbu karang dan umurnya menjadi indikator adanya siklus gempa dan gelombang tsunami.
Setelah menuntaskan S1 geologi dari ITB, Danny melanjutkan acara master geologi di Universitas Auckland Selandia Baru. Selama delapan tahun di AS banyak sekali studi ditempuhnya, bukan hanya master geofisika dan doktor geologi, ia juga mempelajari ilmu ihwal tsunami, seismologi, cara penggunaan GPS untuk melihat pergerakan lempeng, serta meneliti karang guna mengetahui sejarah gempa.
Menguasai banyak sekali ilmu itu memudahkannya berkomunikasi dengan para andal di bidang itu. Dengan begitu ia sanggup menunjukkan masukan untuk pembuatan model pembangunan dan simulasi insiden yang sesuai dengan kondisi kegempaan yang ada.
Danny menamatkan doktornya di California Intitute of Technology. Ia dikenal dunia lewat jurnal profesi geofisika paling bergengsi di tingkat internasional, yaitu Journal of Geophisical Research. Di jurnal itu makalahnya NeoTectonics of Sumatera Fault terbit tahun 2000 dan pada tahun 2004 di jurnal yang sama muncul karyanya yang berjudul Paleo Geodesy of the Sumatera Subduction Zone.
Makalah itu merupakan hasil penelitian Danny dan Prof Dr Kerry Sieh, pembimbing doktornya di California Intitute of Technology. Dua karyanya itu kemudian menjadi rujukan dan pola para peneliti geotektonik lain di dunia.
Sejak tahun 2000, pada banyak sekali kesempatan di lembaga ilmiah, Danny selalu melontarkan prediksinya bahwa gempa besar akan muncul di pesisir barat Pulau Sumatera. Di lingkup nasional hal itu antara lain dikemukakannya pada seminar ihwal pembangunan Selat Sunda di Geoteknologi LIPI Bandung dan pembangunan jembatan Jawa-Sumatera di ITB, masing-masing pada tahun 2000 dan 2003. Ia juga mengungkapkan hal yang sama pada Seminar ihwal Tsunami Disaster di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta awal tahun 2004.
Ketika itu ia menyampaikan pembangunan di selat tersebut, terutama dikaitkan dengan rencana pembangunan jembatan Jawa-Sumatera, selain harus dikaitkan dengan bahaya kegempaan akhir acara Gunung Krakatau juga harus memperhitungkan bahaya gempa tektonik di barat Sumatera, terutama yang bakal terjadi di Kepulauan Mentawai, berjarak hanya beberapa puluh kilometer dari Padang dan Bengkulu.
Sumber : http://sarolangunjambi.wordpress.com/