Nih Sedyatmo - Penemu Pondasi Cakar Ayam
Riwayat hidup
Sedyatmo lahir di Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia pada 24 Oktober 1909, pernah sebelumnya nama Prof. Ir. R.M. Sedyatmo dengan nama R.M. Sarwanto di masa kecilnya, akan tetapi nama tersebut menimbulkan sedyatmo sering sakit sakitan, maka dari itu di gantilah dengan nama Sedyatmo yang artinya sebagai anak yang kelak akan menadi anak yang baik dan berkhasiat baik masyarakat, bangsa, dan negaranya. Sedyatmo merupakan putra Mangkunegaran yang besar dalam lingkungan aristodemokrasi, artinya keluarga darah biru yang menganut paham demokrasi dalam kehidupan harian mereka. Dalam lingkungan menyerupai ini ia bertumbuh dan berguru untuk membuat peluang.
Pendidikan dasar dilaluinya di HIS Solo (1916-1923), dilanjutkan ke MULO Solo (1923-1927), dan AMS B di Yogyakarta (1927-1930). Sedyatmo yang sering dijuluki "Si Kancil" alasannya yaitu populer alasannya yaitu banyak akalnya menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) (sekarang ITB) Bandung (1930-1934).
Setelah lulus ujian tahap persiapan (propaedeutisch-examen - ujian kenaikan tingkat 1) pada bulan Juli 1931, ujian kenaikan tingkat 2 pada bulan Juli 1932, ujian tahap kandidat (candidaats-examen - ujian kenaikan tingkat 3) pada bulan Mei 1933, dan ujian simpulan keinsinyuran (ingenieurs-examen - ujian simpulan tingkat 4) pada bulan Mei 1934, maka secara resmi Sedyatmo menjadi seorang insinyur sipil lulusan Bandung (Bandoengsche civiel ingenieur).
Selesai dari THS pada 1934 dengan masa studi sempurna empat tahun, Sedyatmo bekerja sebagai insinyur perencanaan di banyak sekali instansi pemerintah. Sedyatmo dikenal alasannya yaitu menemukan "Konstruksi Cakar Ayam" pada tahun 1962. Temuan Sedyatmo awalnya digunakan dalam pembuatan apron Pelabuhan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya, landasan bandara Polonia, Medan, dan landasan bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Hasil temuannya tersebut telah dipatenkan dan digunakan di luar negeri.
Karir
Karier di dunia akademik dimulai semenjak 1 Oktober 1950 dengan pengangkatannya sebagai lektor luar biasa untuk vak Waterkracht (bidang pembangkit tenaga air) pada serpihan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (kemudian menjadi ITB). Pada tanggal 1 Agustus 1951 ia resmi diangkat menjadi guru besar luar biasa bidang pembangkit tenaga air. Ia merupakan profesor pribumi kedua di jurusan teknik sipil ITB sehabis Prof. Ir. Roosseno.
Pada Lustrum ketiga (Dies Natalis ke-15) Institut Teknologi Bandung tanggal 2 Maret 1974 Sedijatmo mendapatkan penghormatan berupa Doctor Honoris Causa dalam Ilmu pengetahuan Teknik dari Senat ITB, atas dasar evaluasi terhadap jasa-jasanya sebagai Insinyur, dengan promotor Prof. Ir. Soetedjo.
Pondasi Cakar Ayam
Sejarah
Pondasi Tapak, [gb dari: Dunia teknik sipil] |
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem gres ,Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu menempel secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Menara tersebut sanggup diselesaikan sempurna pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri di kawasan Ancol yang kini sudah menjadi ka wasan industri. Bagi kawasan yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu laba lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainase dan sambungan kembang susut.
Struktur
Spread Footing, [gb dari: Dunia teknik sipil] |
Mekanisme sistem podasi cakar alam dalam memikul beban dari hasil pengamatan yaitu sebagai berikut: Bila diatas pelat bekerja beban titik, maka beban tersebut membuat pelat melendut. Lendutan ini mengakibatkan buis-buis cakar ayam berotasi. Hasil pengamatan pada model menawarkan rotasi cakar terbesar yaitu pada cakar yang terletak di bersahabat beban. Rotasi cakar memobilisasi tekanan tanah lateral di belakang cakar-ayam dan merupakan momen yang melawan lendutan pelat. Dengan demikian, cara mengurangi lendutan pelat, semakin besar momen lawan cakar untuk melawan lendutan maka semakin besar reduksi lendutan. Momen lawan cakar dipengaruhi oleh dimensi cakar dan kondisi kepadatan (kuat geser) tanah disekitar cakar,yaitu semakin panjang (dan juga lebar) cakar, maka semakin besar momen lawan terhadap lendutan pelat yang sanggup diperoleh.
Banyak bangunan yang telah memakai sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan susukan Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, bak renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di banyak sekali kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah menerima legalisasi paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark. (Wikipedia)
Akhir hayat
Sedyatmo melepas semua kedudukan dan kekuasaan alasannya yaitu harus pensiun pada usia 55 tahun di tahun 1964, tetapi tidak berhenti hingga di situ, Sedyatmo tetap memperjuangkan temuan pondasi cakar ayamnya dan masih mengabdi di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik hingga tahun 1976. Sedyatmo berpandangan kehidupan sebagai peluang dari Tuhan,segala kemampuan yang dimiliki bersumber dari kuasa Tuhan. Manusia hanya sebagai pelaksana dari senjata yang di berikan Tuhan,senjata lima serangkai yang sudah diberikan Tuhan kepada insan yaitu imajinasi, intelektual, intuisi, inspirasi, serta insting yang bekerja di luar kesadaran insan dan satu hal yang sangat menonjol dari abjad Sedyatmo yaitu kesabarannya dan kepasrahannya kepada kehendak Yang Kuasa.
Setelah 14 tahun menduda dengan 5 orang putrinya, Sedyatmo menikah dengan Hj. R. Ay. Sumarpeni. Profesor Sedyatmo meninggal dunia di usia 75 tahun pada 1984 dan dimakamkan di Karanganyar. Sepeninggalannya, Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Kelas I kepada Sedyatmo. Nama Sedyatmo kemudian diabadikan sebagai nama jalan bebas kendala dari Jakarta menuju bandara Soekarno-Hatta. (Sumber: Wikipedia, banyak sekali sumber)