Nih Pythagoras - Bapak Bilangan
Salah satu peninggalan Pythagoras yang populer yaitu teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku yaitu sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras lantaran ia yang pertama kali menunjukan pengamatan ini secara matematis.
Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini bekerjasama dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya sanggup diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam sanggup dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan. Terdapat legenda yang menyatakan bahwa dikala muridnya Hippasus menemukan bahwa, hipotenusa dari segitiga siku-siku sama kaki dengan sisi siku-siku masing-masing 1, yaitu bilangan irasional, murid-murid Pythagoras lainnya tetapkan untuk membunuhnya lantaran tidak sanggup membantah bukti yang diajukan Hippasus.
Legenda Pythagoras
Pythagoras lahir pada tahun 570 SM di Samos, Aegea Utara, Yunani. Dalam tradisi Yunani, diceritakan bahwa ia banyak melaksanakan perjalanan, diantaranya ke Mesir. Perjalanan Phytagoras ke Mesir merupakan salah satu bentuk usahanya untuk berguru, menimba ilmu, pada imam-imam di Mesir. Konon, lantaran kecerdasannya yang luar biasa, para imam yang dikunjunginya merasa tidak sanggup untuk mendapatkan Phytagoras sebagai murid. Namun, pada balasannya ia diterima sebagai murid oleh para imam di Thebe. Disini ia berguru aneka macam macam misteri. Selain itu, Phytagoras juga berguru pada imam-imam Caldei untuk berguru Astronomi, pada para imam Phoenesia untuk berguru Logistik dan Geometri, pada para Magi untuk berguru ritus-ritus mistik, dan dalam perjumpaannya dengan Zarathustra, ia berguru teori perlawanan.
Selepas berkelana untuk mencari ilmu, Phytagoras kembali ke Samos dan meneruskan pencarian filsafatnya serta menjadi guru untuk anak Polycartes, penguasa tiran di Samos. Kira-kira pada tahun 530, lantaran tidak oke dengan pemerintahan tyrannos Polycartes, ia berpindah ke kota Kroton di Italia Selatan. Di kota ini, Phytagoras mendirikan sebuah tarekat beragama yang kemudian dikenal dengan sebutan “Kaum Phytagorean.”
Pemikiran Phytagoras
Phytagoras percaya bahwa angka bukan unsur ibarat udara dan air yang banyak dipercaya sebagai unsur semua benda. Angka bukan anasir alam. Pada dasarnya kaum Phytagorean menganggap bahwa pandangan Anaximandros wacana to Apeiron akrab juga dengan pandangan Phytagoras. To Apeiron melepaskan unsur-unsur berlawanan semoga terjadi keseimbangan atau keadilan (dikhe). Pandangan Phytagoras mengungkapkan bahwa harmoni terjadi berkat angka. Bila segala hal yaitu angka, maka hal ini tidak saja berarti bahwa segalanya sanggup dihitung, dinilai dan diukur dengan angka dalam relasi yang proporsional dan teratur, melainkan berkat angka-angka itu segala sesuatu menjadi harmonis, seimbang. Dengan kata lain tata tertib terjadi melalui angka-angka.
Kaum Phytagorean
Kaum phytagorean sangat berjasa dalam meneruskan pemikiran-pemikiran Phytagoras. Semboyan mereka yang populer yaitu “authos epha, ipse dixit” (dia sendiri yang telah menyampaikan demikian).2 Kaum ini diorganisir berdasarkan aturan-aturan hidup bersama, dan setiap orang wajib menaatinya. Mereka menganggap
filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, sarana supaya setiap orang menjadi tahir, sehingga luput dari perpindahan jiwa terus-menerus.
Diantara pengikut-pengikut Phytagoras di kemudian hari berkembang dua aliran. Yang pertama disebut akusmatikoi (akusma = apa yang telah didengar; peraturan): mereka mengindahkan penyucian dengan menaati semua peraturan secara seksama. Yang kedua disebut mathematikoi (mathesis = ilmu pengetahuan): mereka mengutamakan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pasti.
Teorema Pythagoras
Animasi pembuktian teorema ini |
Ada dua bukti kontemporer yang sanggup dianggap sebagai catatan tertua mengenai teorema Pythagoras: satu sanggup ditemukan dalam Chou Pei Suan Ching (sekitar 500-200 SM), satunya lagi dalam buku Elemen Euklides.(Wikipedia)